Inovasi Kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan jaman yang dikuti dengan perkembangan
IPTEK, masyarakat telah mengalami perubahan-perubahan dalam menyesuiakan
kebutuhan atau proses pemecahan masalah. Proses pembuatan perubahan diperkuat
dengan keputusan organisasional, yang dimulai dari pemunculan ide baru sampai
kepada tahap penerapannya. Ide baru merujuk kepada persepsi tentang suatu
kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat belajar mengalami perubahan.
Yang diperlukan langkah awal adalah perumusan kurikulum yaitu dengan anlisa
situasi yang dihadapi, termasuk situasi lingkungan belajar antara lain peserta
didik, guru, sarana prasarana, kurikulum dll.
Kurikulum bersifat dinamis, selalu berubah untuk menyesuaikan diri
dengan kebutuhan mereka belajar. Inovasi kurikulum sangat diperlukan dalam perkembangan
peserta pembelajaran. Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, kurikulum
pun harus dapat menyesuaikannya. Namun dalam prakteknya di lapangan, seringkali
kurikulum dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan
suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum tersebut berubah.
Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum seyogyanya dinamis, harus berubah
mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya.
Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan
struktur suatu kurikulum tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka,
sebab mengkondisikan kurikulum dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan
tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang
diperoleh melalui perubahan.
Dengan demikian, Inovasi kurikulum yang merupakan suatu
gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang
potensial dari kurikulum terdahulu selalu dibutuhkan, untuk
mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi
juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka penyusun dapat merumuskan
suatu rumusan masalah diantaranta:
1. Apa pengertian inovasi kurikulum?
2. Apa saja ciri-ciri inovasi kurikulum?
3. Apa saja faktor penghambat inovasi kurikulum?
4. Apa saja jenis-jenis inovasi kurikulum?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dipaparkan diatas maka tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengertian inovasi kurikulum.
2. Untuk memahami ciri-ciri inovasi kurikulum.
3. Untuk mengetahui faktor penghambat inovasi kurikulum.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis inovasi kurikulum.
1.
Manfaat teoritis
Hasil dari
makalah ini maka secara teoritis diharapkan dapat memberikan wawasan
pengetahuan dan memperkaya dalam mata kuliah Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum
yang mengenai “Inovasi Kurikulum”.
2.
Manfaat praktis
Hasil dari
makalah ini secara praktis diharapkan dapat menambah wawasan kita dalam
pemecahan masalah yang berkaitan dengan “Inovai Kurkulum”
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka sistematika penulisan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
|
:
|
Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penulisan, Manfaat
penulisan, sistematika penulisan.
|
Bab II Pembahasan
|
:
|
Pengentian inovasi kurikulum, Ciri-ciri inovasi kurikulum, Faktor
penghambat inovasi kurikulum, dan Jenis-jenis inovasi kurikulum.
|
Bab III Penutup
|
:
|
Kesimpulan, Saran, Rekomendasi.
|
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi inovasi berasal dari kata latin innovaation yang
berarti pembaharuan dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya
memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan baru yang menuju ke
arah perbaikan dan berencana (tidak secara kebetulan saja). (Idris, Lisma
Jamal 1992 : 70).
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Inovasi di artikan pemasukan
satu pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah
ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, yang (gagasan, metode atau alat) (tim
penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, 1989:333).
Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi
sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu
permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat
berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan
dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum
tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan invantion, atau dapat juga
tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang
lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Proses invantion, misalkan
penerapan metode atau pendektan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum
dilaksanakan dimanapun untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kita dapat mendesain pembelajaran melalui handphone yang selama ini belum ada ;
sedangkan proses discovery, misalkan penggunaan model pembelajaran inkuiri
dalam pelajaran IPA indonesia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam
mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut sudah
dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalaui jaringan
internet. Jadi, dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui
proses invation atau melalaui proses discovery.
Kurikulum diartikan sebagai pengalaman belajar. Menurut
Zais (1976), definisi ini bertahan sangat lama dan merupakan definisi yang
banyak diterima oleh banyak ahli saat ini. Artinya, pengalaman belajar peserta
didik merupakan hasil kurikulum yang kita inginkan. Mewujudkan keinginan ini
merupakan hal yang harus diupayakan oleh sekolah. Oleh karena kurikulum
merancang sesuatu yang ideal, cara yang ditempuh untuk mewujudkannya memerlukan
tenaga yang cakap, terampil, dan profesional. Berdasarkan pengertian tersebut
inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan
atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang
dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya
keresahan pihak-pihak tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan.
Misalkan, keresahan guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar yang
dianggapnya kurang berhasil, keresahan pihak
administrator pendidikan tentang kinerja guru, atau mungkin
keresahan masyarakat terhadap kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan .
Keresahan-keresahan itu pada akhirnya membentuk permasalahan-permasalahan yang
menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk memecahkan masalah itulah muncul
gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan demikian, maka dapat
kita katakan bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang
dirasakan; hampir tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanaya masalah yang
dirasakan.
Selain tersebut diatas ada satu lagi definisi tentang inovasi
Pendidikan ialah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal
(yang ada) sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna
mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Suryobroto, 1990 : 127). Ada istilah
yang menentukan (crucial) definisi ini yang perlu dijabarkan untuk memberikan
pegangan bagi mereka yang akan meneliti, merencanakan, melaksanakan atau
menilai inovasi dalam pendidikan.
Dimaksudkan “baru” dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum
dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun mungkin
bukan merupakan hal yang baru lagi bagi orang lain. Sedangkan “Kualitatif”
berarti bahwa inovasi itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan
kembali dari pada unsur-unsur dalam pendidikan, jadi bukan semata-mata
penjumlahan atau penambahan dari unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya.
Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah unsur-unsur komponen.
Tindakan menambah anggaran belanja supaya dapat mengadakan lebih
banyak murid, guru kelas, buku dan sebagainya meskipun perlu dan penting bukan
merupakan tindakan inovasi. Tetapi tindakan mengatur kembali jenis dan
pengelompokan pelajaran, waktu, ruang kelas, cara-cara menyampaikan pelajaran,
sehingga dengan tenaga, alat uang dan waktu yangsama dapat dijangkau jumlah
sasaran murid yang lebih banyak, dan dicapai kualitas yang lebih tinggi, itulah
tindakan inovasi.
Terdapat empat ciri utama inovasi, termasuk inovasi dalam kurikulum.
Keempat ciri utama tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekhasan/khusus. Artinya, suatu inovasi memiliki ciri yang
khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang
diharapkan. Ciri yang khusus berarti program inovasi dapat berdimensi makro
atau luas dengan melibatkan banyak orang dengan rentang waktu yang relatif
lama. Namun demikian, ciri khusus ini juga dapat berdimensi mikro atau cakupan
kecil, sederhana dengan melibatkan orang yang terbatas dan dengan durasi waktu
yang terbatas pula. Suatu inovasi bercirikan spesifik dalam arti suatu inovasi
memunculkan kondisi khusus, dan bukan asal tersebar saja. Misalnya program guru
kelas rangkap (multi-grade teachers), dianggap sebagai suatu inovasi karena program
ini memilik ciri khusus.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan. Dalam arti suatu inovasi harus
memiliki karakteristik sebagai buah karya dan buah pikir yang memiliki kadar
orisinalitas dan kebaruan. Dengan demikian, inovasi merupakan suatu proses
penemuan (invention). Baik berupa ide, gagasan, hasil, sistem, ataupun produk
yang dihasilkan.
3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana. Dalam
arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang tidak
tergesa-gesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program
yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu. Proses inovasi bukan suatu proses
yang tiba-tiba dan tidak disengaja, tetapi tahapan yang harus dilaksanakannya.
Seperti pada saat diluncurkannya program managemen berbasis sekolah (school
based management), tahapan pelaksaannya tidak secara tergesa-gesa, tetapi
melalui tahapan-tahapan yang direncanakan sejak awal.
4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan. Program inovasi yang
dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi
untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu inovasi bukan asal digulirkan atau asal
beda denga program sebelumnya. Inovasi dilaksanakan karena ada
tujuan yang ingin dicapai, termasuk tujuan untuk memperbaiki suatu keadaan.
Ciri-ciri
tersebut sesuai dengan pendapat Santosa S. Hamidjojo seperti dikutip Abdulhal
(2002) yang menyatakan bahwa inovasi kurikulum merupakan suatu perubahan yang
baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada) sebelumnya dan sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu, termasuk
dalam bidang kurikulum. Inovasi tidak hanya sekedar terjadinya perubahan dari
suatu keadaan kepada keadaan lainnya. Suatu perubahan dianggap sebagai inovasi,
disamping adanya unsur baru dari perubahan tersebut, tetapi juga adanya unsur
kesengajaan, unsur kualitas yang lebih baik dari sebelumnya, dan terarah pada
peningkatan berbagai kemampuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Terdapat enam faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan
usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum antara lain adalah:
Di antara ke enam faktor, faktor
kurang tepatnya perencanaan proses inovasi merupakan
faktor yang paling penting dan kompleks sebagai hambatan pelaksanaaan program
inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya nya perencanaan atau estimasi
(under estimating) dalam inovasi yaitu tidak tepatnya poertimbangan tentang
implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota team pelaksana
inovasi, dan kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai
atau kurang adanya kerjasama yang baik.
Secara terinci item yang termasuk
dalam faktor estimasi yang tidak tepat yaitu tidak adanya koordiansi antar
petugas yang berlainan di bidang garapannya, tidak jelas struktur pengambilan
keputusan, kurang adanya komunikasi yang baik dengan pimpinan politik, perlu
sentralisasi data penentuan kebijakan, terlalu banyak peraturan dan
undang-undang yang harus diikuti, keputusn formal untuk memulai kegiatan
inovasi terlambat, tidak tepatnya perimbangan untuk menghadapi masalah
penerapan inovasi, tekanan dari pimpinan politik (penguasa pemerintahan) untuk
mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang singkat.
Hambatan ini muncul karena adanya
masalah-masalah pribadi seperti pertentangan anggota team pelaksana, kurang
motivasi untuk bekerja dan berbagai macam sikap pribadi yang dapat mengganggu
kelancaran proses inovasi.
Secara terinci item yang termasuk
masalah konflik dan motivasi ialah: adanya pertentangan antar anggota team,
antara beberapa anggota kurang adanya saling pengertian serta saling merasa iri
antara satu dengan yang lain, orang yang memiliki peranan penting dalam proyek
justru tidak menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, beberapa orang penting
dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, bantuan
teknik dari luar tidak tepat, orang yang memegang jabatan penting dalam proyek
tidak bersikap terbuka untuk menerima inovasi, kurang adanya hadiah atau
penghargaan terhadap orang yang telah menerima dan menerapkan inovasi.
3.
Lemahnya berbagai faktor penunjang
sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
Hal-hal yang berkaitan dengan
macetnya inovasi antara lain sangat rendahnya penghasilan per kapita, kurang
adanya pertukaran dengan orang asing, tidak mengetahui adanya sumber alam, jarak
yang terlalu jauh, iklim yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang
perhatian dari pemerintah, sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
Adapun item yang termasuk dalam
faktor tidak dapat berkembangnya inovasi adalah lambatnya pengiriman material
yang diperlukan, material tidak siap tepat waktu, perencanaan dana biasanya
tidak tepat walaupun sudah tidak dipertimbangkan adanya inflasi
(underestimate), sistem pendidikan kolonial yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, orang yang sudah dilatih untuk menangani proyek tidak mau
ditempatkan sesuai kebutuhan proyek, terjadi inflasi, peraturan kolonial yang
tidak sesuai, jauhnya jarak antar tempat satu dengan yang lain, tenaga
pelaksana kurang mampu menangani proyeksesuai dengan yang direncanakan, terlalu
cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang penting dalam proyek sehingga
dapat mengganggu kontinuitas.
Dalam analisa data ini masalah
finansial dibedakan dengan faktor yang menghalangi berkembangnya inovasi secara
keseluruhan (faktor yang ke-3), walaupun keduanya merupakan faktor yang serius
menghambat jalannya proses inovasi.
Adapun item yang ternmasuk dalam
faktor finansial adalah : tidak memadainya bantuan finansial dari daerah, tidak
memadainya bantuan finansial dari luar daerah, kondisi ekonomi daerah secara
keseluruhan, prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain
daripada bidang pendidikan, ada penundaan dalam penyampaian dana, terjadi
inflasi.
Tentang bantuan dana untuk suatu
proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa pemerintah akan memberikan
bantuan bila masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri (swasembada).
Daerah tidak mempunyai dana maka pemerintah tidak membantu. Dapat hjuga
masyarakat tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari
pemerintah, jadi merasa berat dan frustasi. Oleh karena itu bantuan dan perhatian
dari pemerintah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan daerah.
Faktor ke-lima ini berbeda dengan
faktor yang lain dan memang merupakan penolakan dari kelompok inovasi penentu
atau kelompok elit dalam suatu sistem sosial. Penolakan inovasi ini berbeda
dengan keberatan inovasi karena kurang dana atau masalah personalia dan
sebagainhya. Jadi penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok
penentu.
Adapun item yang termasuk dalam faktor
ke- lima ini adalah : kelompok elit yang memiliki wewenang dalam masyarakat
tradisional menentang inovasi atau perluasan suasana pendidikan, terdapat
pertentangan ideologi mengenai inovasi, proyek inovasi dilaksanakan sangat
lambat, peraturan kolonial meninggalkan sikap masyarkat yang penuh kecurigaan
terhadap sesuatu yang asing, keberatan ternhadap inovasi karena sebab
kepentingan kelompok.
Faktor terakhir yang juga paling
lemah pengaruhnya terhadap hambatan inovasi adalah faktor yang terdiri dari dua
hal yaitu hubungan antar team dan hubungan dengan orang di luar team. Item yang
termasuk dalam kelompok ini adalah: ada masalah dalam hubungan sosial antar
anggota team yang satu dengan yang lain, ada ketidakharmoniasan dan terjadi
hubungan yang kurang baik antar anggota team proyek inovasi, sangat kurang
adanya suasana yang memungkinkan terjadinya pertukaran pikiran yang terbuka.
Pada umumnya, faktor penghambat
inovasi yang sering muncul di lapangan adalah berupa penolakan atau resistance
dari calon adopter, misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan
kurikulum dan metode belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut
dibahas.Menurut definisi dalam kamus John Echol dan "Cambridge International
English Dictionary of English" bahwa Resistance is to fight against
(something or someone) to not be changed by or refuse to accept (something).
Berdasarkan definisi tersebut di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah melawan
sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima
perubahan tersebut.
Ada beberapa hal mengapa inovasi
sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di
lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
a.
Sekolah
atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan
pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap
oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang
tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi
sekolah mereka.
b.
Guru
ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang,
karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan
tidak ingin diubah. Di samping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh
mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan
pikiran mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap
mempertahankan sistem yang ada.
c.
Inovasi
yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas)
belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan
siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa
"mismatch between teacher's intention and practice is important barrier to
the success of the innovatory program".
d.
Inovasi
yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan
kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta
inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau
kalau finasial dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak
sekolah atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak
para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
e.
Kekuatan
dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru
melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan
situasi sekolah mereka.
Selain itu ada Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam inovasi untuk menghindari penolakan seperti yang
disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi
pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
Penjelasannya akan dijelaskan berikut ini.
1)
Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam
pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses
belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan
proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus
pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.Ada beberapa hal yang
dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang
diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa,
hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan
unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya
kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan
keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam
pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang
sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan
mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan
kepada mereka.
Hal ini seperti diuraikan
sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka
adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka
menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena
itu, dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama
terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang
tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain
sebagainya. (Wright1987)
2)
Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan
terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat
dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan
belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan
komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan.
Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga
dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan
kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai
dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab
bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi
pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena
siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama
temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru.
Oleh karena itu, dalam
memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu
diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan
inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan
sebelumnya.
Sebagai usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan,
pemerintah orde baru terus-menerus melakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan
pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan
dikemukakan dibawah ini:
Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan
repblik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah
kurang bahkan tidak diberi ruang yang ukup untuk mengembangkan kurikulum
sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana
kurikulum yang seluruhnya di atur oleh pusat, mullah isi pelajaran, system
penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk
kurikulum yang bersifat matriks.
Baru sejak tahun 2006, terjadi
perubahan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan
diberlakukannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur oleh pusat, akan tetapi
ditentukan oleh daerah masing-masing melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar nasional pendidikan
(BSNP).
Dilihat dari adanya perubahan system
manajemen kurikulum itulah, maka dapat kita katakana bahwa pemberlakuan KTSP
merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak
demikian dengan KTSP sebagai kurikulum operasioanal, disusun dan
dikembangkan oleh sekolah seauai dengan kondisi daerah. Maka kita analisis dari
konsep di atas. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum
operasional.
Pertama, sebagai kurikulum yang
bersifat operasional. Maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapaan-ketetapai
yang telah disusun pemerintah sevara nasional. Artinya walaupun daerah diberi
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya
sebatas pada pengembangan operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rukukan
pengebmbangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata
pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu
sendiri serta jumlah jam pelajaranya, isi dari setiap mata pelajaran itu
sendiri sert kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu.
Hal ini sesuai dengan undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang
menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tukuan pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan
isi pelajaran terbatas pada pengambangan kurikulum muatan lolkal, yakni
kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek
pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kudua
aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, sebagai kurikulum
operasional, para pengembang KTSP, di tuntut dan harus memerhatikan cirri khas
kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni
bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standaar
isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional pembelajarannya
yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas
dar keadaan dan kondisi daerah.
Ketiga, sebagai kurikulum
operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam
mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam
mengemangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media
pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam
menentukan berapa kali pertemuan serta kapan suatu topic materi harus
dipelajari siswa agar kompetensi dasr yang telah ditentukan dapat tercapai.
Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
KTSP
adalah kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari
struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik. Setiap mata pelajara yang harus dipelajari ituselain sesuai
dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara
ketat, maka dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi
pada sdisiplin ilmu.
b.
KTSP
adalah kurikulum yang berorientasi pada pengemangan individu. Hal ini dapat
dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada
aktivitasa siswa untuk mencari dan menemukan sendiri matei pelajaran melalui
berbagai pendikatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya,
melalui CTL, inkuiri, pembelajaran fortopolio dan lain sebagainya. Demikian
juga, secara tegas dalam struktur kuikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c.
KTSP
adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah
satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkunganya. Dengan demikian, maka KTSP
adalahkurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan
lokalnya KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, social, budaya yang berbeda
masing-basing daerahnya.
d.
KTSP
merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar
kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di jabarkan pada indicator hasil
belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang
mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai
menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya
kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara
para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para
murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru
ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid
hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru
saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan
keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan
solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini,
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang
ada ialah pendidikan untuk semua.
Kurikulum berbasis masyarakat yang
bahan dan objek kajiannya kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah,
disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan
disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh
siswa di daerah tersebut. Bagi siswa berguna untuk memberikan kemungkinan dan
kebiasaan untuk akrab dengan lingkungan dimana mereka tinggal.
Pendekatan keterpaduan merupakan
suatu sistem totalitas yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan
dan berinteraksi baik antar komponen dengan komponen maupun antar
komponen-komponen dengan keseluruhan, dalam rangka mencapai tujuan yang
ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, pendekatan sistem menitikberatkan pada
keseluruhan, lalu bagian-bagian dan unsur-unsur dan interaksi antara
bagian-bagian dengan keseluruhan. Konsep keterpaduan pada hakekatnya menunjuk
pada keseluruhan, kesatuan, kebulatan, kelengkapan, kompleks, yang ditandai
oleh interaksi dan interpendensi antara komponen-komponennya (Alisyahbana,
l974:17).
Komentar
Posting Komentar